Pindang Ikan Patin


Bahan

1 kg ikan patin, siangi, cuci bersih, potong2x, lumuri dgn 1 sdm air jeruk nipis ± 15 menit, tiriskan.
3 btg serai, memarkan
3 lbr daun salam
5 cm jahe, memarkan
3 buah tomat merah, belah 4
5 buah tomat hijau, belah 4
2 buah cabai merah, iris halus ± 2 cm
15 buah cabai rawit utuh
25 gr daun kemangi
3 sdm air asam
2 sdm kecap manis
2 sdm gula merah
Garam secukupnya
Gula secukupnya

Bahan Yang Dihaluskan
5 buah cabai merah
6 siung bawang putih
6 buah bawang merah

Cara

  1. Rebus bumbu halus, daun salam, serai, jahe, lengkuas dalam panci berisi 1250 cc air, dengan api sedang
  2. Masukkan ikan dan bahan lainnya, beri garam sesuai selera hingga terasa asam, manis, dan pedas.
  3. Masak hingga matang.

Sumber : Pindang Ikan Patin

Resep Tekwan


Resep Tekwan :


Bahan Baso Ikan

500 gr daging ikan tenggiri/gabus/belida, diambil dagingnya
200 cc air
1/2 sdt merica
500 gr tepung kanji
1 sdt garam

Bahan untuk kuah
50 gr jamur kuping, direndam air panas 15 menit
5 sdm minyak utk menumis
5 siung bawang putih,haluskan
250 gr udang, kupas, cincang
1 sdt merica bubuk
garam secukupnya
350 gr bengkuang, iris 1/2x1/2x3cm
2 btg daun bawang, iris tipis
1500 cc air bekas rebusan udang, didihkan
bawang goreng utk taburan

Cara mengolah baso
haluskan daging ikan, campur dgn bumbu dan air.
Tuangkan ke dalam kanji sedikit2 sambil diuleni sampai licin, lalu bulatkan sebesar kelereng.
Masukkan ke dalam air mendidih, masak sampai baso mengapung, angkat.

Kuah
cuci bersih jamur kuping, sisihkan.
Panaskan minyak, tumis bawang putih sampai wangi lalu masukkan udang, merica, garam.
Masak sampai udang berubah warna.
Masukkan bengkuang, masak sampai matang.
Masukkan daun bawang, seledri, dan air mendidih, beri bumbu penyedap bila suka.
Masak sampai semua bahan matang kemudian masukkan bakso ikan dan bawang goreng. Angkat dan hidangkan.


sumber : Tekwan

Wanprestasi & Perbuatan Melawan Hukum

Perbedaan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum. Perbedaan prinsipil adalah :

1. Sumber;

Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu perjanjian antara kedua belah pihak sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata :

“Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang tidak terlarang."
Wanprestasi terjadi karena debitur (yang dibebani kewajiban) tidak memenuhi isi perjanjian yang disepakati, seperti :

a. tidak dipenuhinya prestasi sama sekali,
b. tidak tepat waktu dipenuhinya prestasi,
c. tidak layak memenuhi prestasi yang dijanjiakan,

Perbuatan melawan hukum lahir karena undang-undang sendiri menentukan. Hal ini sebagaimana dimaksud Pasal 1352 KUHPerdata :

"Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul dari undang-undang sebagai undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang".

Artinya, perbuatan melawan hukum semata-mata berasal dari undang-undang, bukan karena perjanjian yang berdasarkan persetujuan dan perbuatan melawan hukum merupakan akibat perbuatan manusia yang ditentukan sendiri oleh undang-undang.

Ada 2 kriteria perbuatan melawan hukum yang merupakan akibat perbuatan manusia, yakni perbuatan manusia yang sesuai dengan hukum (rechtmagitg, lawfull) atau yang tidak sesuai dengan hukum (onrechtmatig, unlawfull). Dari 2 kriteria tersebut, kita akan mendapatkan apakah bentuk perbuatan melawan hukum tersebut berupa pelanggaran pidana (factum delictum), kesalahan perdata (law of tort) atau betindih sekaligus delik pidana dengan kesalahan perdata. Dalam hal terdapat kedua kesalahan (delik pidana sekaligus kesalahan perdata) maka sekaligus pula dapat dituntut hukuman pidana dan pertanggung jawaban perdata (civil liability).

2. Timbulnya hak menuntut.

Pada wanprestasi diperlukan lebih dahulu suatu proses, seperti Pernyataan lalai (inmorastelling, negligent of expression, inter pellatio, ingeberkestelling). Hal ini sebagaimana dimaksud pasal 1243 KUHPerdata yang menyatakan “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu” atau jika ternyata dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatakan debitur langsung dianggap lalai tanpa memerlukan somasi (summon) atau peringatan. Hal ini diperkuat yurisprudensi Mahkamah Agung No. 186 K/Sip/1959 tanggal 1 Juli 1959 yang menyatakan :

“apabila perjanjian secara tegas menentukan kapan pemenuhan perjanjian, menurut hukum, debitur belum dapat dikatakan alpa memenuhi kewajiban sebelum hal itu dinyatakan kepadanya secara tertulis oleh pihak kreditur”.

Dalam perbuatan melawan hukum, hak menuntut dapat dilakukan tanpa diperlukan somasi. Sekali timbul perbuatan melawan hukum, saat itu juga pihak yang dirugikan langsung dapat menuntutnya (action, claim, rechtvordering).

3. Tuntutan ganti rugi (compensation, indemnification)

Pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat terjadi kelalaian. Hal ini sebagaimana diatur Pasal 1237 KUHPerdata, “Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu, semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya”.

Pasal 1246 KUHPerdata menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interst).

Dengan demikian kiranya dapat dipahami bahwa ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci dan jelas.

Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan pasal 1265 KUHPerdata, tidak perlu menyebut ganti rugi bagaimana bentuknya, tidak perlu perincian. Dengan demikian, tuntutan ganti rugi didasarkan pada hitungan objektif dan konkrit yang meliputi materiil dan moril. Dapat juga diperhitungkan jumlah ganti rugi berupa pemulihan kepada keadaan semula (restoration to original condition, herstel in de oorpronkelijke toestand, herstel in de vorige toestand).

Meskipun tuntutan ganti rugi tidak diperlukan secara terinci, beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung membatasi tuntutan besaran nilai dan jumlah ganti rugi, seperti :

Putusan Mahkamah Agung No. 196 K/ Sip/ 1974 tanggal 7 Oktober 1976 menyatakan “besarnya jumlah ganti rugi perbuatan melawan hukum, diperpegangi prinsip Pasal 1372 KUHPerdata yakni didasarkan pada penilaian kedudukan sosial ekonomi kedua belah pihak”.

Putusan Mahkamah Agung No. 1226 K/Sip/ 1977 tanggal 13 April 1978, menyatakan, “soal besarnya ganti rugi pada hakekatnya lebih merupakan soal kelayakan dan kepatutan yang tidak dapat didekati dengan suatu ukuran”.

Sumber : Blog Advokat
 

Design in CSS by TemplateWorld and sponsored by SmashingMagazine
Blogger Template created by Deluxe Templates